Jurnalpublik.id-Jakarta, Rabu lalu (9/3/2022) Kementerian Perdagangan Republik Indonesia menerbitkan rilis pers yang menyatakan bahwa HET minyak goreng tidak di cabut oleh Kemendag dan penyelewengan akan ditindak tegas.
Dalam rilis tersebut disebutkan bahwa masyarakat Indonesia harus mendapatkan minyak goreng dengan harga terjangkau karena Indonesia merupakan produsen CPO.
Rilis tersebut juga menyebutkan bahwa stok minyak goreng sudah melebihi kebutuhan nasional.
Disebutkan, hingga 8 Maret 2022, telah ada sebanyak 415.787 ton minyak goreng dari skema domestic market obligation (DMO) yang didistribusikan ke pasar.
Volume tersebut setara dengan 72,4 persen dari total DMO yang telah terkumpul sejak 14 Februari 2022.
Distribusi DMO tersebut sudah melebihi perkiraan kebutuhan konsumsi minyak goreng satu bulan yang hanya mencapai 327.321 ton.
Menurut Kemendag, per 8 Maret 2022 volume DMO yang telah terkumpul adalah sebanyak 573.890 ton atau 20,7 persen dari volume Persetujuan Ekspor (PE) produk sawit dan turunannya yang diterbitkan.
Volume DMO tersebut terdiri atas 463.886 ton untuk DMO refined, bleached, deodorized (RBD) palm oleindan 110.004 ton untuk DMO CPO.
Dalam kurun waktu 14 Februari sampai 8 Maret 2022, Kemendag telah menerbitkan 126 (PE) produk sawit dan turunannya kepada 54 eksportir dengan volume total 2.771.294 ton.
Volume total tersebut terdiri atas 1.240.248 ton untuk RBD palm olein, 385.907 ton untuk RBD palm oil, 153.411 ton untuk RBD palm stearin, dan 109.843 ton untuk CPO.
Lalu per hari ini (13/3/2022), kenapa minyak goreng masih langka di pasaran?
Lalu mengapa masih saja ibu rumah tangga berteriak kesulitan mencari minyak goreng?
Lalu mengapa masih saja ada antrian pembelian minyak goreng yang mencari harga yang lebih terjangkau?
Lalu mengapa belum juga ada berita penyeleweng minyak goreng yang ditindak?